Darwinbox Blog - HR Technology | HR Trends | HR Tips

Panduan Lengkap PPh 21 Terbaru 2024 dan Contoh Perhitungannya

Written by Vania Hartanto | 19 December, 2024 3:57:53 PM Z

 

Apakah Anda sudah memahami perubahan terbaru dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang berlaku mulai tahun 2024? Perubahan ini tidak hanya mencakup skema tarif pajak yang lebih progresif, tetapi juga penerapan skema tarif efektif rata-rata (TER), yang mempengaruhi perhitungan penghasilan bruto hingga penghasilan kena pajak (PKP). Hal ini berdampak pada wajib pajak orang pribadi, baik karyawan maupun pemberi kerja.

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang diterima oleh individu, seperti gaji, tunjangan, atau penghasilan dari pekerjaan tertentu. Pemotongan pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan didukung oleh ketentuan lain, seperti Pasal 17 UU PPh.

Regulasi terbaru juga menyoroti pentingnya status PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dan komponen pengurang seperti biaya jabatan dan iuran pensiun dalam menentukan jumlah pajak terutang.

Artikel ini akan membahas secara lengkap perubahan terbaru, memberikan panduan langkah demi langkah, serta menyajikan contoh perhitungan yang sesuai untuk berbagai kondisi. Dengan memahami informasi ini, Anda dapat memastikan perhitungan pajak Anda akurat, menghindari kesalahan umum, dan memenuhi kewajiban perpajakan dengan lebih percaya diri.

Apa itu PPh Pasal 21?

PPh 21, atau Pajak Penghasilan Pasal 21, adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan bruto yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pajak ini mencakup penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, atau kegiatan tertentu.

Biasanya, pajak ini dipotong langsung oleh pemberi kerja atau pihak lain yang memberikan penghasilan kepada individu. Setiap wajib pajak orang pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib memenuhi kewajiban ini sesuai peraturan yang berlaku.

Secara hukum, PPh Pasal 21 diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan peraturan pelaksananya, termasuk Peraturan Menteri Keuangan serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan ini tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan, tetapi juga membantu pemerintah mengumpulkan pendapatan negara yang digunakan untuk mendanai berbagai program pembangunan.

Oleh karena itu, pemotongan pajak oleh pemberi kerja menjadi kewajiban utama yang harus dilakukan sesuai aturan. Berbagai jenis penghasilan dikenakan PPh Pasal 21, termasuk gaji, tunjangan (seperti bonus dan komisi), serta penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, seperti pembayaran untuk konsultan, pembicara, atau pelatih.

Selain itu, uang pensiun atau manfaat lainnya, termasuk iuran pensiun yang diterima oleh penerima manfaat, juga menjadi bagian dari objek pajak ini. Jenis penghasilan tersebut selanjutnya dihitung berdasarkan status PTKP untuk menentukan penghasilan kena pajak (PKP) yang menjadi dasar pengenaan tarif pajak. Dalam hal ini, penghitungan juga mempertimbangkan biaya jabatan dan komponen lain sesuai aturan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh.

Regulasi Baru PPh 21: Apa yang Berubah?

Regulasi perpajakan di Indonesia terus diperbarui untuk menciptakan sistem yang lebih sederhana dan adil, termasuk dalam Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Salah satu perubahan besar yang berlaku mulai 1 Januari 2024 adalah penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER), yang bertujuan menyederhanakan perhitungan dan pemotongan pajak bulanan maupun tahunan.

Penerapan regulasi baru ini memberikan dampak signifikan, baik bagi pemberi kerja maupun karyawan. Sebagai contoh, pekerja tetap dengan penghasilan setahun di bawah PTKP tidak dikenakan PPh 21, sementara pekerja dengan penghasilan bruto lebih tinggi akan dikenakan tarif pajak progresif sesuai lapisan tarif Pasal 17.

Selain itu, regulasi ini juga mengatur lebih rinci bagaimana status PTKP (termasuk status keluarga seperti anak angkat) memengaruhi besaran penghasilan tidak kena pajak. Dengan dasar hukum yang jelas, termasuk Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan direktur jenderal pajak terbaru, sistem ini diharapkan memberikan kemudahan dan meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Dasar Hukum Perubahan PPh Pasal 21

Perubahan skema PPh Pasal 21 yang berlaku mulai tahun 2024 didasarkan pada sejumlah regulasi penting yang dirancang untuk menyederhanakan perhitungan pajak. Regulasi ini mengakomodasi skema baru, yaitu Tarif Efektif Rata-rata (TER), yang memberikan kemudahan bagi pemberi kerja dan wajib pajak orang pribadi. Dengan penerapan ini, pemotongan pajak penghasilan dapat dilakukan lebih praktis, baik secara bulanan maupun setahun penuh.

Dasar hukum utama dari perubahan ini meliputi:

  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2023
    PP ini mengatur tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi. Skema ini mencakup penerapan tarif efektif rata-rata (TER) sebagai alternatif untuk menghitung PPh Pasal 21, di samping tarif progresif yang tetap digunakan pada masa pajak terakhir.
    PP ini juga memastikan bahwa subjek pajak dalam negeri, termasuk individu dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), memahami hak dan kewajiban perpajakan mereka.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023
    PMK ini memberikan petunjuk teknis pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan skema TER. Penyesuaian tarif bulanan maupun harian dijelaskan secara rinci, memastikan pemberi kerja dapat menghitung pajak secara akurat dan efisien.
  • Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
    Sebagai dasar hukum utama, Pasal 17 Ayat (1) huruf a mengatur tarif progresif untuk menghitung PPh Pasal 21 setahun penuh, khususnya pada masa pajak terakhir (Desember). Tarif ini tetap berlaku sebagai acuan bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan kena pajak melebihi PTKP.

Regulasi ini tidak hanya memperkuat kepastian hukum, tetapi juga menyederhanakan administrasi perpajakan. Dengan adanya aturan ini, baik pemberi kerja maupun karyawan dapat memenuhi kewajiban perpajakan tanpa kebingungan, sekaligus memastikan pemotongan pajak dilakukan secara transparan.

Mengapa dan Bagaimana Tarif Efektif Rata-rata (TER) Diterapkan?

Penerapan skema TER dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menyederhanakan perhitungan pajak yang sebelumnya dianggap rumit. Pada skema lama, pemberi kerja harus memperhitungkan berbagai komponen seperti biaya jabatan, PTKP, dan iuran pensiun, yang sering kali memicu kesalahan perhitungan. Dalam banyak kasus, penghasilan bruto yang dipotong PPh sering kali menimbulkan kebingungan bagi karyawan.

Skema TER dirancang untuk mengurangi kerumitan tersebut dengan memberikan kepastian jumlah pajak yang dipotong setiap bulan atau hari.

Tujuan Utama Penerapan TER:

  • Mempermudah pemberi kerja dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang setiap masa pajak bulanan atau harian.
  • Memberikan kejelasan terkait pajak atas penghasilan bagi karyawan, terutama yang memiliki penghasilan fluktuatif.
  • Meningkatkan efisiensi administrasi dan kepatuhan perpajakan.

Dampak Skema TER:

  • Bagi Pemberi Kerja: Penyesuaian diperlukan pada sistem penggajian dan pelaporan pajak untuk mengakomodasi tarif TER yang lebih sederhana.
  • Bagi Karyawan: Dengan perhitungan pajak yang lebih transparan, karyawan dapat memahami jumlah pajak yang dipotong dan menghindari risiko salah hitung, baik secara bulanan maupun setahun penuh.

Selain itu, skema TER tetap mempertimbangkan komponen pengurang seperti biaya jabatan, iuran pensiun, dan status PTKP (termasuk tanggungan anak kandung maupun anak angkat) pada masa pajak terakhir (Desember). Dengan regulasi ini, pemerintah berharap proses perpajakan menjadi lebih mudah, akurat, dan transparan.

Perubahan Skema Hitung PPh Pasal 21

Seiring dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168 Tahun 2023, terdapat perubahan signifikan dalam skema perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) untuk berbagai kategori wajib pajak, termasuk pegawai tetap dan tidak tetap. Penyesuaian ini dirancang untuk menyederhanakan proses perhitungan dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan terbaru.

Penyesuaian Pengaturan

Perubahan pengaturan pajak difokuskan pada penyederhanaan perhitungan PPh 21 bulanan dan tahunan. Beberapa poin penting yang menjadi dasar pengaturan baru ini adalah:

  • Penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER):
    Skema ini menggantikan metode sebelumnya yang lebih kompleks, terutama dalam perhitungan bulanan. Dengan TER, pajak dihitung langsung dari penghasilan bruto bulanan tanpa perlu disetahunkan terlebih dahulu.
  • Integrasi Elemen Baru:
    Dalam masa pajak terakhir (Desember), perhitungan tetap menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh. Namun, ada tambahan elemen seperti pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang dibayar melalui pemberi kerja.

Penyesuaian ini berlaku mulai 1 Januari 2024, sebagaimana diatur dalam PMK No. 168 Tahun 2023, untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh pemberi kerja serta karyawan.

Skema Perubahan PPh 21 Pegawai Tetap

Berikut adalah perubahan skema penghitungan untuk pegawai tetap:

  1. Setiap Masa Pajak (Kecuali Masa Pajak Terakhir):
    • Sebelumnya: Pajak dihitung berdasarkan penghasilan bruto bulanan yang disetahunkan, dikurangi biaya jabatan/pensiun, iuran pensiun, dan PTKP, lalu dikenakan tarif progresif Pasal 17.
      Formula:
    • ((Penghasilan Bruto Sebulan – Biaya Jabatan/Pensiun – Iuran Pensiun – PTKP) x Tarif Pasal 17) ÷ 12
    • Menjadi: Pajak dihitung dengan lebih sederhana menggunakan formula:
    • Penghasilan Bruto Sebulan x TER Bulanan
    • Keterangan:
      • TER A: PTKP TK/0 (54 juta); TK/1 & K/0 (58,5 juta).
      • TER B: PTKP TK/2 & K/1 (63 juta); TK/3 & K/2 (67,5 juta).
      • TER C: PTKP K/3 (72 juta).
  2. Masa Pajak Terakhir (Desember):
    • Sebelumnya dan Sekarang: Perhitungan tetap menggunakan tarif progresif, tetapi terdapat tambahan pengurangan seperti zakat atau sumbangan keagamaan wajib.
      Formula:
    • PPh 21 Setahun = (Penghasilan Bruto Setahun – Biaya Jabatan/Pensiun – Iuran Pensiun – PTKP – Zakat) x Tarif Pasal 17

Skema Perubahan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap

Perubahan pada pegawai tidak tetap mencakup penghasilan berdasarkan hari, minggu, satuan, atau borongan. Skema baru ini memperkenalkan tarif yang lebih rinci:

  1. Penghasilan Bruto Harian:
    • ≤ Rp450.000: Tidak dikenakan pajak.
    • Rp450.001 – Rp2.500.000: Dikenakan tarif 0,5% dari penghasilan bruto harian.
    • ≥ Rp2.500.001: Dikenakan tarif progresif (Pasal 17) dengan pengurang sebesar 50% dari penghasilan bruto.
  2. Penghasilan Bulanan:
    Jika penghasilan dibayarkan secara bulanan, pajak dihitung dengan tarif efektif bulanan berdasarkan penghasilan bruto tanpa perlu disetahunkan.

Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Berdasarkan PTKP Terbaru

Dengan berlakunya peraturan terbaru, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 kini disesuaikan dengan kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menggunakan skema tarif efektif. Skema ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap wajib pajak membayar pajak sesuai dengan kondisi penghasilannya, baik harian maupun bulanan.

A. Tarif Efektif Bulanan (Sesuai PTKP)

Tarif efektif bulanan ditentukan berdasarkan kategori PTKP, yang terbagi menjadi:

  1. Tarif Kategori TER A
    Kategori ini berlaku untuk wajib pajak dengan status PTKP TK/0 (Rp54 juta) dan TK/1 & K/0 (Rp58,5 juta). Tarif progresif bulanan adalah sebagai berikut:

Penghasilan Bruto Bulanan (Rp)

Tarif Efektif Bulanan

≤ Rp5.400.000

0%

Rp5.400.000 – Rp5.650.000

0,25%

Rp5.650.000 – Rp5.950.000

0,5%

Rp5.950.000 – Rp6.300.000

0,75%

Rp6.300.000 – Rp6.750.000

1%

...

...

> Rp1.400.000.000

34%

Keterangan:

  • Tarif ini mencakup penghasilan dari gaji bulanan dan penghasilan lain yang teratur.
  1. Tarif Kategori TER B
    Kategori ini berlaku untuk wajib pajak dengan status PTKP TK/2 & K/1 (Rp63 juta) dan TK/3 & K/2 (Rp67,5 juta). Berikut adalah detail tarif efektifnya:

Penghasilan Bruto Bulanan (Rp)

Tarif Efektif Bulanan

≤ Rp6.200.000

0%

Rp6.200.000 – Rp6.500.000

0,25%

Rp6.500.000 – Rp6.850.000

0,5%

Rp6.850.000 – Rp7.300.000

0,75%

Rp7.300.000 – Rp9.200.000

1%

...

...

> Rp1.405.000.000

34%

  1. Tarif Kategori TER C
    Kategori ini berlaku untuk wajib pajak dengan status PTKP K/3 (Rp72 juta). Berikut rincian tarifnya:

Penghasilan Bruto Bulanan (Rp)

Tarif Efektif Bulanan

≤ Rp6.600.000

0%

Rp6.600.000 – Rp6.950.000

0,25%

Rp6.950.000 – Rp7.350.000

0,5%

Rp7.350.000 – Rp7.800.000

0,75%

Rp7.800.000 – Rp8.850.000

1%

...

...

> Rp1.419.000.000

34%

B. Tarif Efektif Harian

Tarif harian berlaku untuk wajib pajak yang menerima penghasilan berdasarkan jumlah hari kerja atau borongan. Berikut rincian tarifnya:

Penghasilan Harian (Rp)

Tarif Efektif Harian

≤ Rp450.000

0%

Rp450.001 – Rp2.500.000

0,5%

> Rp2.500.000

Tarif Progresif (Pasal 17)

Keterangan:

  • Tarif harian ini mengacu pada penghasilan bruto tanpa dikurangi PTKP.

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21

Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) dilakukan melalui beberapa langkah utama. Proses ini dimulai dengan menghitung penghasilan bersih hingga menentukan besarnya pajak yang terutang, dengan memperhatikan penghasilan tahunan.

Langkah pertama dalam proses ini adalah menghitung penghasilan bersih, yaitu total penghasilan setelah dikurangi komponen pengurang seperti biaya jabatan dan iuran pensiun. Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

1. Menghitung Penghasilan Bersih

Penghasilan bersih dihitung dari penghasilan bruto tahunan, dikurangi komponen pengurang yang diizinkan oleh peraturan.

Penghasilan bruto mencakup:

  • Gaji pokok bulanan.
  • Tunjangan tetap, bonus, dan penghasilan lain yang diterima dari pekerjaan.

Komponen pengurang terdiri dari:

  • Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan batas maksimal Rp6.000.000 per tahun.
  • Iuran pensiun yang disetorkan ke dana pensiun yang terdaftar resmi.

Sebagai ilustrasi, karyawan dengan penghasilan bruto Rp10.000.000 per bulan memiliki penghasilan bruto tahunan Rp120.000.000. Setelah dikurangi biaya jabatan sebesar Rp6.000.000 dan iuran pensiun sebesar Rp2.400.000, penghasilan bersihnya menjadi Rp111.600.000 per tahun.

2. Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP adalah batas minimum penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Setiap karyawan memiliki PTKP yang bergantung pada status pernikahan dan jumlah tanggungan.

Rincian PTKP:

  • Rp54.000.000 untuk wajib pajak pribadi (TK/0).
  • Rp4.500.000 tambahan untuk setiap tanggungan (maksimal 3 orang).
  • Rp4.500.000 tambahan untuk istri dengan penghasilan yang digabung dengan suami.

Misalnya, seorang karyawan dengan status TK/0 tanpa tanggungan memiliki PTKP sebesar Rp54.000.000 per tahun. Jika karyawan memiliki tiga tanggungan, PTKP meningkat menjadi Rp67.500.000.

3. Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PKP diperoleh dengan mengurangi penghasilan bersih dengan PTKP. Nilai PKP inilah yang akan menjadi dasar perhitungan pajak.

Rumus PKP:
PKP = Penghasilan bersih - PTKP.

Jika karyawan memiliki penghasilan bersih sebesar Rp111.600.000 per tahun dan PTKP sebesar Rp54.000.000, maka PKP-nya adalah Rp57.600.000. Nilai ini dibulatkan ke bawah dalam kelipatan Rp1.000.000, sehingga menjadi Rp57.000.000.

4. Menghitung Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan tarif pajak progresif yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Tarif pajak progresif:

  • 5% untuk PKP hingga Rp60.000.000.
  • 15% untuk PKP di atas Rp60.000.000 hingga Rp250.000.000.
  • 25% untuk PKP di atas Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000.
  • 30% untuk PKP di atas Rp500.000.000 hingga Rp5.000.000.000.
  • 35% untuk PKP di atas Rp5.000.000.000.

Dengan PKP Rp57.000.000, karyawan tersebut masuk ke dalam lapisan pertama tarif progresif, sehingga PPh tahunan adalah Rp57.000.000 x 5% = Rp2.850.000. Pajak ini dapat dibagi menjadi 12 bulan, menghasilkan PPh bulanan sebesar Rp237.500.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21

Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) membutuhkan pemahaman yang baik terhadap berbagai situasi penghasilan dan status pekerjaan. Proses ini melibatkan identifikasi penghasilan bruto, pengurangan biaya tertentu, hingga penerapan tarif pajak progresif.

Pada bagian ini, kami akan memberikan contoh perhitungan PPh 21 berdasarkan tiga situasi umum: pegawai tetap dengan penghasilan di bawah Rp60 juta, pegawai tidak tetap dengan penghasilan di atas Rp60 juta, dan pekerja lepas. Contoh-contoh ini bertujuan membantu Anda memahami cara menghitung pajak sesuai kondisi spesifik.

A. Contoh Perhitungan PPh 21 Pegawai Tetap dengan Penghasilan di Bawah Rp60 Juta

Pak Budi adalah seorang pegawai tetap di PT Sejahtera Jaya dengan status lajang tanpa tanggungan (TK/0). Ia menerima gaji sebesar Rp4.500.000 per bulan. Berikut adalah langkah perhitungan pajaknya:

  1. Menghitung Penghasilan Bruto:
    Gaji bulanan Pak Budi adalah Rp4.500.000. Maka, penghasilan brutonya dalam setahun:
    Rp4.500.000 x 12 bulan = Rp54.000.000.
  2. Menghitung Penghasilan Bersih:
    • Biaya jabatan: 5% dari penghasilan bruto, yaitu Rp54.000.000 x 5% = Rp2.700.000.
    • Penghasilan bersih: Rp54.000.000 - Rp2.700.000 = Rp51.300.000.
  3. Menghitung PTKP:
    Karena status Pak Budi adalah TK/0, PTKP-nya adalah Rp54.000.000 per tahun.
  4. Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP):
    PKP = Penghasilan bersih - PTKP. Karena penghasilan bersih Pak Budi (Rp51.300.000) lebih rendah dari PTKP, maka ia tidak perlu membayar PPh 21.

B. Contoh Perhitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap dengan Penghasilan di Atas Rp60 Juta

Ibu Siti bekerja sebagai pegawai tidak tetap di PT Maju Mundur. Ia memiliki status menikah tanpa anak (K/0) dan menerima penghasilan sebesar Rp8.000.000 per bulan. Berikut cara menghitung pajaknya:

  1. Menghitung Penghasilan Bruto:
    Dalam setahun, penghasilan bruto Ibu Siti adalah:
    Rp8.000.000 x 12 bulan = Rp96.000.000.
  2. Menghitung Penghasilan Bersih:
    • Biaya jabatan: 5% dari penghasilan bruto, yaitu Rp96.000.000 x 5% = Rp4.800.000.
    • Penghasilan bersih: Rp96.000.000 - Rp4.800.000 = Rp91.200.000.
  3. Menghitung PTKP:
    Dengan status K/0, PTKP Ibu Siti adalah Rp58.500.000 per tahun.
  4. Menghitung PKP:
    PKP = Penghasilan bersih - PTKP = Rp91.200.000 - Rp58.500.000 = Rp32.700.000.
  5. Menghitung PPh 21:
    • Tarif pajak progresif: 5% untuk penghasilan hingga Rp60 juta.
    • PPh tahunan: Rp32.700.000 x 5% = Rp1.635.000.
    • PPh bulanan: Rp1.635.000 ÷ 12 bulan = Rp136.250.

Jadi, Ibu Siti harus membayar pajak sebesar Rp136.250 setiap bulan.

C. Contoh Perhitungan PPh 21 Pekerja Lepas

Pak Andi adalah seorang pekerja lepas yang menerima penghasilan Rp12.000.000 dari proyek desain. Sebagai pekerja lepas, ia dikenakan pemotongan pajak sebesar 50% dari penghasilan bruto. Berikut perhitungannya:

  1. Menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP):
    DPP = 50% dari penghasilan bruto = 50% x Rp12.000.000 = Rp6.000.000.
  2. Menghitung PPh 21:
    • Tarif pajak progresif: 5% untuk penghasilan hingga Rp60 juta.
    • PPh terutang: Rp6.000.000 x 5% = Rp300.000.

Pak Andi perlu membayar pajak sebesar Rp300.000 untuk proyek tersebut.

Kesimpulan

Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah langkah penting untuk memenuhi kewajiban perpajakan sekaligus menjaga keuangan tetap efisien. Artikel ini menunjukkan bahwa setiap kategori pekerjaan—pegawai tetap, tidak tetap, atau pekerja lepas—memiliki metode perhitungan yang berbeda. 

Memahami detail ini, termasuk pengurangan biaya jabatan, PTKP, dan penerapan tarif progresif, membantu memastikan akurasi perhitungan dan kepatuhan terhadap regulasi.

Lebih dari sekadar kewajiban, pemahaman mekanisme PPh 21 memberi manfaat strategis. Wajib pajak individu dapat merencanakan keuangan secara lebih baik, sementara pemberi kerja dapat mengelola sistem penggajian sesuai aturan, mengurangi risiko sanksi pajak. Selain itu, pemanfaatan kebijakan perpajakan seperti PTKP juga menjadi peluang untuk mengoptimalkan hak pajak.

Pada akhirnya, PPh 21 bukan hanya alat administrasi, tetapi juga sarana meningkatkan literasi keuangan dan menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih adil.

FAQs

PPh 21 itu pajak apa?

PPh 21 adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikenakan pada penghasilan yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, atau kegiatan tertentu. Pajak ini merupakan bentuk pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan bruto yang dilakukan oleh pemberi kerja atau pihak lain.

PPh 21 ditanggung siapa?

PPh 21 biasanya ditanggung oleh penerima penghasilan (pegawai), namun ada skema tertentu seperti Gross-Up atau Net, di mana pajak dapat ditanggung sebagian atau sepenuhnya oleh pemberi kerja. Hal ini tergantung pada kebijakan perusahaan terkait tunjangan pajak. Untuk pekerja lepas atau freelancer, PPh 21 terutang dihitung berdasarkan 50% dari penghasilan bruto yang dikenakan tarif sesuai Pasal 17.

Pajak PPh 21 minimal gaji berapa?

PPh Pasal 21 dikenakan jika penghasilan bruto karyawan dalam setahun melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan peraturan terbaru, PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah Rp54 juta setahun atau sekitar Rp4,5 juta per bulan. Artinya, jika gaji bulanan Anda di bawah Rp4,5 juta, maka Anda tidak dikenakan PPh 21.